Langsung ke konten utama

Postingan

Mawar Yang Layu

Mawar Yang Layu Oleh : Hikmah Ketika membuka laci lemari di kamarku, mataku menangkap kotak kayu hitam yang berukuran kecil, perlahan kubuka dan kutemukan setangkai # bunga mawar kering, masih tersimpan rapi di sana, meskipun sudah tak begitu jelas penampakannya dan tak bisa disebut utuh karena sudah tidak mengeluarkan # Aroma Harum semerbak dan sudah berupa serpihan kering yang menghitam. Lamunku melayang pada Tujuh Belas Tahun Lalu, setangkai mawar merah kamu berikan padaku sewaktu melamarku. Takjub diriku saat itu, karena melihat kamu yang menjadi romantis sesaat. “Ini mawar untukmu, mawar pertama aku berikan kepada seorang wanita, ini bukti keseriusanku pada hubungan kita, maukah Engkau Dita menjadi Nyonya Dedi?, # ILoveU ” ucapmu sambil menyerahkan mawar merah itu padaku. Ada bahagia terselip, dengan senyum simpul kuanggukan kepalaku dan menerima mawar itu bersama hati yang juga berbunga karena cinta kala itu. Sikap mu yang manis membuatku jatuh cinta pad
Postingan terbaru

The Confort Zone

Manusia boleh punya rencana tetapi selalu keputusan akhirnya milik Dia. Tidak selamanya apa yang kita rencanakan berjalan sesuai keinginan kita. Dan setiap orang pasti ingin merasa nyaman dimanapun kita berada, tapi apa daya ketika di tengah kenyamanan yang kita rasakan, tetiba muncul masalah yang menimbulkan ketidak nyamanan. Apakah kita harus terus bertahan dengan kondisi demi kian? Sampai berapa lama? Sampai kapan? Haruskah kita bertahan dan terus bertahan dengan sikon yang kadang kurang kondusif. Jika seekor ikan bertahan dalam satu kolam yang terbatas, bolak balik di tempat yang sama dengan air kolam nya keruh dan akhirnya kehabisan oksigen lalu Ikanpun mati. Begitu kira-kira kondisi yang akan terjadi jika kita memaksa bertahan dalam zona nyaman yang kurang kondusif. Saya pun pernah beberapa kali berada pada situasi demikian, dimana bertahan pun terasa tidak mungkin. Harus sedikit mundur ke belakang walau terlihat seperti mengalah pada keadaan. Pernah jug

Our favorite...

Makanan favorit keluarga kami adalah martabak telur dengan kuah kare. Sebenarnya makanan ini bukan hanya sekadar makanan favorit keluarga tetapi juga sebagai sumber penghidupan orang tua kami sejak aku belum lahir. Ayahku memperoleh ilmu membuat martabak Dari kakek buyutku yang berasal Dari Malabar India. Ayah mulai berjualan martabak sejak tahun 1972 di Palembang, makanya sejak kecil lidahku dan keluargaku sudah sangat akrab dengan martabak kare. Rasanya tiada hari yang dilewatkan tanpa sarapan martabak. Dan kesukaan ini kemudian juga menurun kepada anak dan para keponakan kami semua, kemanapun yang dicari martabak. Sejak beberapa tahun lalu warung martabak ayah sudah tidak ada lagi karena tidak Ada yang mengelolahnya seiring usia ayah yang sudah lanjut. Sesekali mengobati kerinduan pada martabak dengan membuat sendiri dan sesekali juga menerima pesanan. Berharap someday bisa punya resto martabak India. Akhirnya setelah selama ini masak tanpa

Sandal Jepit Delapan Puluh Juta

Aku terbelalak melihat angka yang tertera di rak etalase yang menampilkan deretan sandal dan sepatu wanita berbagai model, terlihat sepasang sandal jepit dengan label harga delapan puluh jutaWhat!! 80 juta? gak salah kah labelnya pikirku. Sepasang suami istrinya yang sedang memilih sepatu pun terlihat terkaget-kaget dengan harga sandal jepit itu. Beralih ke rak di sebelahnya juga ku temukan sandal jepit seharga 25 juta. Fantastis untuk sekad ar sendal jepit yang terlalu biasa menurutku. Kok ada orang yang bodoh mau beli sandal jepit dengan harga sangat mahal, padahal sendal jepit identik barang murahan. Jadi bikin penasaran sandal jepit seharga 80 juta dan 25 juta, istimewanya opo toh?? Lah bentuknya sama sandal jepit dan tetap sandal jepit. Terus mau harganya mahal atau murah juga tetap saja ra Iso naik kelas, batinku. Dan letaknya juga tetap saja di bawah kaki, terkadang di beberapa tempat ada juga larangan memakai sandal jepit, misal di perkantoran ketika menghad

Seperti Hujan

Aku ingin menjadi seperti hujan, dirindu ketika kemarau tak kunjung pergi. Aku ingin menjadi seperti hujan, hadirnya selalu menyejukkan. Aku ingin menjadi seperti hujan, memberi air kehidupan dan manfaat di sekitar Aku ingin menjadi seperti hujan, perginya meninggalkan jejak dan tak jarang pesona pelangi terlihat. Photo By Google Jakarta 08012019 Hikmah 5878 # tuesdaypoem # Makmoodmenulis # AkudanHujan

Mengenal Hajjah Rahmah El- Yunusiyah

Ibu Hajjah Rahmah El-Yunusiyah, sosok yang jarang orang mengenalnya. Termasuk saya pribadipun belum pernah mengetahui sejarahnya. Suatu kesempatan pada Expo Pendidikan Islam (2017) Aku berkunjung ke stand Diniyyah Puteri Sumatera Barat dan mendapatkan kisah sejarahnya di sana. Dia adalah pendiri Perguruan Diniyyah Puteri (Al Madrasatut Diniyyah) pada 1 November 1923. Wanita kelahiran 29 Desember 1900 dan wafat 1969 ini merupakan pejuan g pendidikan yang gigih dan ikhlas berkorban ini terinspirasi untuk melakukan inovasi pendidikan Islam setelah mengikuti pendidikan pada Diniyyah School yang didirikan oleh kakaknya Zainuddin Labay El Yunusy tahun 1915. Ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis dan sejak kecil ibunda Rahmah telah memiliki minat belajar yang tinggi. Selain belajar kepada Ayahnya Syaikh Muhammad Yunus dan kakaknya Zainuddin Labay El-Yunusiy, tercatat ada beberapa nama ulama yang menjadi tempat Ibunda Rahmah meuntut ilmu, dianta

Berjilbab lah dengan hati

Awal perkenalan saya dengan yang namanya penutup kepala sejak saya masuk Madrasah Ibtidaiyah di tahun 1984, saat itu mungkin fungsinya hanya sekedar pembeda antara siswa madrasah dan sekolah umum. Siswa madrasah yang identik dengan pakaian putih hijau dilengkapi penutup kepala untuk anak perempuan dan peci untuk anak laki-laki. Kenapa saya sebut penutup kepala karena me mang cuma menutupi bagian kepala atas saja.bentuknya segitiga dan diikatkan di bawah rambut, begitu seragam dari sekolahan. Lalu di tangan ibuku, si penutup kepala berubah menjadi penutup rambut dengan kain segitiga yang dibuatkan lebih lebar, diikatkan di bawah rambut dan selanjutnya rambut dibungkus dengan sisa kain yang menjuntai sehingga rambut tidak terlihat lagi, seragam sekolah tetap sama cuma lengan baju berbeda dari anak2 lain, saya memakai baju lengan panjang oleh ibu, lewat tangan tukang jahit dibuat bentuk jilbab yang langsung bisa dipakai, tanpa harus berlama2 memakainya dan tanpa harus m